Senin, 02 Maret 2015

KITA DI MATA TUHAN


Lahir dan nasib bukanlah pilihan, kelahiran seseorang dari rahim ibu yang berasal dari kaum berada akan terasa nasibnya dengan kelahiran bocah yang dilahirkan dari rahim ibu yang miskin, kelahiran dan nasib seseorang bukanlah kemauan kita, nasib dan takdir seakan berada dalam sekat yang tipis di saat hari kelahiran tiba, akan dimanakah kita berada? apakah di dalam ruang nasib yang bagus ataukah di balik ruang nasib yang kurang bagus alias bernasib miskin.
Kadang ini yang tidak kita sadari, terutama bagi kaum berada, sejak mereka bayi hingga dewasa, limpahan materi dan kenyamanan selalu mereka dapatkan, apa yang mereka ucapkan bak di surga, mungkin sekejap akan ada di depan matanya, minta ini minta itu,, layaknya di surga,,apalagi bila mereka memiliki orang tua yang selalu memanjakan dan memenuhi keinginan mereka, maka setiap permintaaan akan langsung dipenuhi, ya itulah surga mereka.. surga dunia
Sekarang coba kita tengok pada bocah yang hidup dalam serba kekurangan, yang mereka pinta hanya satu, makan dan makan, mereka tidak berani berharap lebih, karena orang tua mereka hanya berusaha untuk bisa makan dan memberi makan pada anak anak nya, minimal 2 kali sehari, dan itupun sangat susah untuk diperjuangkan,,, ironis nya bagi bocah yang berada dalam lingkungan berada, makan mungkin sudah bosan, karena apapun makanan yang mereka ingingkan sangat mudah didapatkan, makanya tujuan mereka bukanlah makan, tapi mainan baru, jalan jalan ke mall, beli mobil baru, pamer gadget, dll.
Menilik kata makan, makan memiliki makna yang berbeda bagi tiap pelakunya, saya akan bagi dua golongan, yaitu kaum yang berada atau mampu dan kaum miskin, bagi kaum berada, kegiatan makan adalah kegiatan entertain, artinya makan adalah salah satu kebutuhan dari rekreasi mereka, kegiatan makan adalah saat saat untuk bersenang senang bersama keluarga, sobat atau teman bisnis, jadi apapun yang mereka pesan dalam kegiatan makan tersebut bukan karena didasari kebutuhan, tapi gengsi dan harga diri, sehingga kegiatan makan dan minum bukan suatu kegiatan yang sakral, tapi untuk hiburan dan pergaulan, dan mereka tidak perduli harga makanan yang disajikan, ya karena ada faktor gengsi di sana, menghamburkan uang ratusan ribu bahkan jutaan hanya untuk makanan yang mereka pesan akan terasa kecil dibandingkan nilai gengsi yang akan mereka dapatkan
Bagi golongan tak mampu atau miskin, anggaplah anak anak terlantar atau anak jalanan, makanan adalah sesuatu untuk dicari, dan harus mereka kejar di hari itu, ada banyak kejadian anak anak terlantar yang akhirnya meninggal karena memang mereka tidak bisa makan karena mereka tidak punya uang, dan ini kerapali terjadi di sekitar kita, 
Lalu di posisi mana kita sekarang berada? kita yang tahu, karena klasifikasinya sudah jelas, anggaplah kita berada di zone aman dan nyaman alias kalsifikasi pertama, maka apa yang akan kita lakukan? apakah kita hanya terus menghambur hamburkan uang? atau ingin berbagi? kata berbagi disini banyaknya hanya sebatas pada penberian uang atau sedekah pada kaum miskin, padahal kata berbagi di sini haruslah memiliki makna yang luas, berbagi bukan hanya sekedar kita memberikan uang pada anak anak jalanan, tapi berbagi perasaan dan mencoba memahami mereka, pernahkah kita mencoba memasuki alam pikiran mereka? apakah kita pernah mencoba ber empati pada mereka? pernahkan kita mencoba mencari tahu kenapa mereka ada di jalanan? pernahkah kita membayangkan bagaimana rasanya mereka tidur di trotoar di malam yang dingin dan berdebu? pernahkah kita mencoba membayangkan apakah mainan yang mereka miliki? pernahkah kita mencoba mencari tahu apa yang mereka inginkan? dan banyak lagi....
Jadi kata berbagi disini adalah lebih luas, bukan sekedar kita memberi mereka uang,walaupun ini juga sesuatu yang bagus yang menandakan kita sedikit perduli pada mereka, tapi pada hakekatnya ada satu dogma yang harus kita sepakati bersama yaitu : Mereka tidak ingin seperti itu ! mereka ingin seperti kita, hanya saja nasib yang menetukan lain....jadi apapun profesi kita, apa pun jabatan kita, berapa pun kekayaan yang kita miliki, itu semua tidak ada artinya di mata Tuhan, karena Tuhan hanya ingin melihat kepedulian kita pada mahkluknya yang lain yang sudah ditentukan untuk bernasib berbeda dengan kita, Tuhan ingin melihat aksi kita, Tuhan ingin menyaksikan peranan kita dan Tuhan ingin melihat kita berbagi, tapi kita kurang menyadari , padahal mereka ada di sekitar kita, dan mata Tuhan menyaksikan itu,, maka Tuhan pun merasa sedih, sesedih wajah wajah polos dan kucel yang ada di trotoar jalanan.....

Maka berbagilah, sesuai kemampuan kita,,,maka perdulilah, sesuai keperdulian kita, dan bersyukurlah bahwa kita masih bisa makan untuk tahun ini, bukan hari ini...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar